Dongeng Ikan Emas Ajaib
“Ah, pasti ikan yang sangat besar,” pikir si kakek.
Dengan
sekuat tenaga si kakek menarik jalanya. Namun ternyata tidak ada apapun
kecuali seekor ikan kecil yang tersangkut di jalanya. Rupanya ikan
kecil itu bukan ikan biasa, badannya berkilau seperti emas dan bisa
berbicara seperti layaknya manusia.
“Kakek, tolong lepaskan aku. Aku akan mengabulkan semua permintaanmu!” kata si ikan emas.
Si kakek berpikir sejenak, lalu katanya, “aku tidak memerlukan apapun darimu, tapi aku akan melepaskanmu. Pergilah!”.
Si kakek berpikir sejenak, lalu katanya, “aku tidak memerlukan apapun darimu, tapi aku akan melepaskanmu. Pergilah!”.
Kakek melepaskan ikan
emas itu kembali ke laut, lalu dia pun kembali pulang. Sesampainya di
rumah, nenek menanyakan hasil tangkapan kakek.
“Hari ini aku hanya
mendapatkan satu ekor ikan emas, dan itupun sudah aku lepas kembali,”
kata kakek, “aku yakin kalau itu adalah ikan ajaib, karena dia bisa
berbicara. Katanya dia akan memberiku imbalan jika aku mau
melepaskannya.”
“Lalu apa yang kau minta,” tanya nenek.
“Tidak ada,” kata kakek.
“Oh, alangkah bodohnya!” seru nenek. “Setidaknya kau bisa meminta roti untuk kita makan. Pergilah dan minta padanya!” Maka dengan segan kakek kembali ke tepi pantai dan berseru:
“Lalu apa yang kau minta,” tanya nenek.
“Tidak ada,” kata kakek.
“Oh, alangkah bodohnya!” seru nenek. “Setidaknya kau bisa meminta roti untuk kita makan. Pergilah dan minta padanya!” Maka dengan segan kakek kembali ke tepi pantai dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Tiba-tiba si ikan emas muncul di permukaan laut. “Apa yang kau inginkan, kek?” katanya.
“Istriku marah padaku, berikan aku roti untuk makan malam, maka dia akan memaafkanku!” pinta si kakek.
“Pulanglah! Aku telah mengirimkan roti yang banyak ke rumahmu.” kata si ikan.
“Istriku marah padaku, berikan aku roti untuk makan malam, maka dia akan memaafkanku!” pinta si kakek.
“Pulanglah! Aku telah mengirimkan roti yang banyak ke rumahmu.” kata si ikan.
Maka pulanglah si kakek. Setibanya di rumah, didapatinya meja makan telah penuh dengan roti.
Tapi istrinya masih tampak marah padanya, katanya:
“Kita telah punya banyak roti, tapi wastafel kita rusak, aku tidak bisa mencuci piring. Pergilah kembali ke laut, dan mintalah ikan ajaib memberikan kita wastafel yang baru!” kata nenek.
Terpaksa si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Tapi istrinya masih tampak marah padanya, katanya:
“Kita telah punya banyak roti, tapi wastafel kita rusak, aku tidak bisa mencuci piring. Pergilah kembali ke laut, dan mintalah ikan ajaib memberikan kita wastafel yang baru!” kata nenek.
Terpaksa si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
“ups!” ikan emas muncul, “Apa lagi yang kau inginkan, kek?”
“Nenek menyuruhku memintamu agar memberikan kami wastafel yang baru,” pinta kakek.
“Baiklah,” kata ikan. “Kau boleh memiliki wastafel baru juga.”
“Nenek menyuruhku memintamu agar memberikan kami wastafel yang baru,” pinta kakek.
“Baiklah,” kata ikan. “Kau boleh memiliki wastafel baru juga.”
Si kakek pun kembali
pulang. Belum lagi menginjak halaman, si nenek sudah menghadangnya.
“Pergilah lagi! Mintalah pada si ikan emas untuk membuatkan kita sebuah
rumah baru. Kta tidak bisa tinggal di sini terus, rumah ini sudah hampir
roboh.”
Maka si kakek pun kembali ke tepi laut dan berseru:
Maka si kakek pun kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Buatkanlah kami rumah baru!” pinta kakek, “istriku sangat marah, dia tidak ingin tinggal di rumah kami yang lama karena rumah itu sudah hampir roboh.”
“Tenanglah kek! Pulanglah! Keinginanmu sudah kukabulkan.”
“Buatkanlah kami rumah baru!” pinta kakek, “istriku sangat marah, dia tidak ingin tinggal di rumah kami yang lama karena rumah itu sudah hampir roboh.”
“Tenanglah kek! Pulanglah! Keinginanmu sudah kukabulkan.”
Kakek pun pulang.
Sesampainya di rumah, dilihatnya bahwa rumahnya telah menjadi baru.
Rumah yang indah dan terbuat dari kayu yang kuat. Dan di depan pintu
rumah itu, nenek sedang menunggunya dengan wajah yang tampak jauh lebih
marah dari sebelumnya.
“Dasar kakek bodoh! Jangan kira aku akan merasa puas hanya dengan membuatkanku rumah baru ini. Pergilah kembali, dan mintalah pada ikan emas itu bahwa aku tidak mau menjadi istri nelayan. Aku ingin menjadi nyonya bangsawan. Sehingga orang lain akan menuruti keinginanku dan menghormatiku!”
Untuk kesekian kalinya, si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
“Dasar kakek bodoh! Jangan kira aku akan merasa puas hanya dengan membuatkanku rumah baru ini. Pergilah kembali, dan mintalah pada ikan emas itu bahwa aku tidak mau menjadi istri nelayan. Aku ingin menjadi nyonya bangsawan. Sehingga orang lain akan menuruti keinginanku dan menghormatiku!”
Untuk kesekian kalinya, si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku tidak bisa membuatku tenang. Dia bahkan semakin marah. Katanya dia sudah lelah menjadi istri nelayan dan ingin menjadi nyonya bangsawan” pinta kakek
“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
“Istriku tidak bisa membuatku tenang. Dia bahkan semakin marah. Katanya dia sudah lelah menjadi istri nelayan dan ingin menjadi nyonya bangsawan” pinta kakek
“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Alangkah terkejutnya si
kakek ketika kembali ternyata kini rumahnya telah berubah menjadi sebuah
rumah yang megah. Terbuat dari batu yang kuat, tiga lantai tingginya,
dengan banyak sekali pelayan di dalamnya. Si kakek melihat istrinya
sedang duduk di sebuah kursi tinggi sibuk memberi perintah kepada para
pelayan.
“halo istriku,” sapa si kakek.
“Betapa tidak sopannya,” kata si nenek. “Berani sekali kau mengaku sebagai suamiku. Pelayan! Bawa dia ke gudang dan beri dia 40 cambukan!”
“Betapa tidak sopannya,” kata si nenek. “Berani sekali kau mengaku sebagai suamiku. Pelayan! Bawa dia ke gudang dan beri dia 40 cambukan!”
Segera saja beberapa
pelayan menyeret si kakek ke gudang dan mencambuknya sampai si kakek
hampir tidak bisa berdiri. Hari berikutnya istrinya memerintahkan kakek
untuk bekerja sebagai tukang kebun. Tugasnya adalah menyapu halaman dan
merawat kebun. “Dasar perempuan jahat!” pikir si kakek. “Aku sudah
memberikan dia keberuntungan tapi dia bahkan tidak mau mengakuiku
sebagai suaminya.”
Lama kelamaan si nenek
bosan menjadi nyonya bangsawan, maka dia kembali memanggil si kakek:
“Hai lelaki tua, pergilah kembali kepada ikan emasmu dan katakan ini
padanya: aku tidak mau lagi menjadi nyonya bangsawan, aku mau menjadi
ratu.”
Maka kembalilah si kakek ke tepi laut dan berseru”
Maka kembalilah si kakek ke tepi laut dan berseru”
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku semakin keterlaluan. Dia tidak ingin lagi menjadi nyonya bangsawan, tapi ingin menjadi ratu.”
“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
“Istriku semakin keterlaluan. Dia tidak ingin lagi menjadi nyonya bangsawan, tapi ingin menjadi ratu.”
“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Sesampainya kakek di
tempat dulu rumahnya berdiri, kini tampak olehnya sebuah istana beratap
emas dengan para penjaga berlalu lalang. Istrinya yang kini berpakainan
layaknya seorang ratu berdiri di balkon dikelilingi para jendral dan
gubernur. Dan begitu dia mengangkat tangannya, drum akan berbunyi
diiringi musik dan para tentara akan bersorak sorai.
Setelah sekian lama, si
nenek kembali bosan menjadi seorang ratu. Maka dia memerintahkan para
jendral untuk menemukan si kakek dan membawanya ke hadapannya. Seluruh
istana sibuk mencari si kakek. Akhirnya mereka menemukan kakek di kebun
dan membawanya menghadap ratu.
“Dengar lelaki tua! Kau
harus pergi menemui ikan emasmu! Katakan padanya bahwa aku tidak mau
lagi menjadi ratu. Aku mau menjadi dewi laut sehingga semua laut dan
ikan-ikan di seluruh dunia menuruti perintahku.”
Kakek terkejut mendengar permintaan istrinya, dia mencoba menolaknya. Tapi apa daya nyawanya adalah taruhannya, maka dia terpaksa kembali ke tepi laut dan berseru:
Kakek terkejut mendengar permintaan istrinya, dia mencoba menolaknya. Tapi apa daya nyawanya adalah taruhannya, maka dia terpaksa kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Kali ini si ikan emas
tidak muncul di hadapannya. Kakek mencoba memanggil lagi, namun si ikan
emas tetap tidak mau muncul di hadapannya. Dia mencoba memanggil untuk
ketiga kalinya. Tiba-tiba laut mulai bergolak dan bergemuruh. Dan ketika
mulai mereda muncullah si ikan emas, “apa yang kau inginkan lagi,
kakek?”
“Istriku benar-benar telah menjadi gila,” kata kakek. “Dia tidak mau lagi menjadi ratu tapi ingin menjadi dewi laut yang bisa mengatur lautan dan memerintah semua ikan.”
Si ikan emas terdiam dan
tanpa mengatakan apapun dia kembali menghilang ke dalam laut. Si kakek
pun terpaksa kembali pulang. Dia hampir tidak percaya pada
penglihatannya ketika menyadari bahwa istana yang megah dan semua isinya
telah hilang. Kini di tempat itu, berdiri sebuah gubuk reot yang dulu
ditinggalinya. Dan di dalamnya duduklah si nenek dengan pakaiannya yang
compang-camping. Mereka kembali hidup seperti dulu. Kakek kembali
melaut. Namun seberapa kerasnya pun kakek bekerja, hasil yang didapat
hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.“Istriku benar-benar telah menjadi gila,” kata kakek. “Dia tidak mau lagi menjadi ratu tapi ingin menjadi dewi laut yang bisa mengatur lautan dan memerintah semua ikan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar